Impaksi dan
Odontektomi
Impaksi gigi adalah suatu keadaan di mana benih gigi atau calon gigi yang akan tumbuh terhalang jalan pertumbuhannya hingga mengakibatkan gigi tidak dapat keluar atau tumbuh secara normal. Pada kasus impaksi gigi geraham biasanya dapat mengganggu pengunyahan. Untuk menangani masalah ini, dokter gigi spesialis bedah mulut melakukan pekerjaan pencabutan dengan pembedahan yang biasa di sebut odontektomi atau pada umumnya di sebut dengan operasi gigi bungsu. Odontektomi sendiri pada umumnya bisa di kerjakan dengan suntik local ataupun dengan bius umum di ruang operasi tergantung tingkat kesulitan kasus.
Umumnya gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan jarang pada gigi anterior. Namun gigi anterior yang mengalami impaksi terkadang masih dapat ditemui. Pada gigi posterior yang sering mengalami impaksi adalah sebagai berikut :
• Gigi molar tiga (48 dan 38) mandibula
• Gigi molar tiga (18 dan 28) maksila
• Gigi premolar (44,45,34 dan 35) mandibula
• Gigi premolar (14,15,24 dan 25) maksila
Sedangkan gigi anterior yang dapat ditemui mengalami impaksi adalah sebagai berikut :
• Gigi kaninus maksila dan mandibula (13,23,33 dan 43)
• Gigi incisivus maksila dan mandibula (11,21,31 dan 41)
Normalnya, orang dewasa memiliki 32 gigi termasuk 4 gigi bungsu. Gigi geraham bungsu atau gigi geraham ketiga biasanya tumbuh saat seseorang berusia antara 17 tahun sampai awal 20-an tahun.
Pada banyak orang, gigi bungsu ini tidak dapat tumbuh secara normal, baik karena terjebak di bawah gusi atau hanya sebagian permukaan gigi yang mampu menembus gusi. Kondisi inilah yang disebut impaksi gigi.
Impaksi gigi biasanya terjadi sekitar 20% dari total populasi. Pria lebih sering mengalaminya daripada wanita. Impaksi gigi molar (geraham besar) ketiga pada umumnya terjadi sekitar 17-32% dari populasi yang telah di lakukan penelitian, dimana frekuensi mandibula (rahang bawah) lebih tinggi daripada maksila (rahang atas). Angka kejadian terjadinya impaksi gigi kaninus (gigi taring) atas terjadi sekitar 0,3-3,2% dari populasi yang di teliti. Impaksi gigi kaninus bagian palatal (langit-langit mulut) terjadi sebesar 15% kasus impaksi gigi kaninus , lebih banyak terjadi pada perempuan daripada pria. Impaksi gigi premolar (geraham kecil yang terletak 1 dan 2 baris di belakang gigi taring) sebesar 0,5% dari populasi yang di teliti.
Impaksi gigi cukup umum terjadi dan sering tidak disertai rasa sakit. Namun banyak juga yang merasakan nyeri jika gigi bungsu tumbuh miring atau tidak muncul dari permukaan gusi. Etiologi gigi impaksi bermacam-macam diantaranya kekurangan ruang, kista, gigi supernumeri, infeksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik. Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah ukuran gigi.
Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi adalah bentuk gigi.
1. Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena :
• Tulang yang tebal serta padat
• Tempat untuk gigi tersebut kurang
• Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
• Adanya gigi desidui yang persistensi
• Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal
2. Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi oleh karena :
• Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal dan lain-lain.
• Daya erupsi gigi tersebut kurang.
• Gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan jarang pada gigi anterior.
B. Klasifikasi Impaksi Gigi
Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibular :
1. Klas I : Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua. Pada klas I ada celah di sebelah distal Molar kedua yang potensial untuk tempat erupsi Molar ketiga.
2. Klas II: Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesiodistal gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia. Pada klas II, celah di sebelah distal Molar.
3. Klas III: Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula – akses yang sulit. Pada klas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.
Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi. Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal Molar kedua disebelahnya.
Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang bawah
1. Posisi A: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar ketiga yang impaksi berada pada atau di atas garis oklusal.
2. Posisi B: Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servical dan bidang oklusal gigi molar kedua tetangga.Mahkota Molar ketiga di bawah garis oklusal tetapi di atas garis servikal Molar kedua.
3. Posisis C: Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal gigi molar kedua.
Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila. Mahkota gigi yang impaksi terletak di bawah garis servikal. Tanda atau keluhan gigi impaksi beberapa orang merasa terganggu dengan terjadinya gigi impaksi. Gangguan yang ditimbulkan oleh gigi impaksi tersebut menimbulkan rasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang berhubungan dengan rongga mulut.
Klasifikasi dilakukan bertujuan untuk membantu operator dalam memastikan dan membuat rencana kerja serta memperkirakan kesulitan- kesulitan yang mungkin ditemuinya pada saat melalukan pencabutan gigi tersebut. Klasifikasi menurut Pell dan Gregory yang meliputi sebagian klasifikasi dari George B. Winter:
Hubungan Gigi Dengan Tepi Ramus Antara Mandibula Dan Tepi Distal Molar Kedua
• Kelas I : Ada cukup ruangan antara ramus dan batas distal molar kedua untuk lebar mesiodistal molar tiga
• Kelas II : Ruangan antara distal molar kedua dan ramus lebih kecil daripada lebar mesiodistal molar ketiga
• Kelas III : Sebagian besar atau seluruh molar ketiga terletak di dalam ramus
1. Berdasarkan Letak Molar Ketiga Di Dalam Rahang
a. Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis
b. Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis oklusal tapi masih lebih tinggi daripada garis servikal molar kedua
c. Posisi C : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada dibawah garis servikal molar.
2. Klasifikasi Impaksi Gigi M3 Atas
Didasari Pada Posisi Anatomi (Menurut Pell And Gregory)
Berdasarkan kedalaman relatif impaksi gigi M3 atas dalam tulang, yaitu:
a. Klas A : Bagian terbawah dari mahkota gigi impaksi M3 atas berada segaris dengan oklusal gigi M2
b. Klas B : Bagian terbawah mahkota gigi impaksi M3 atas berada diantara dataran oklusal dan garis servikal gigi M2 disebelahnya
c. Klas C : Bagian terbawah dari mahkota gigi impaksi M3 atas berada pada atau terletak diatas servikal gigi M2
C. Penyebab Impaksi Gigi
Impaksi gigi bisa terjadi ketika tidak ada ruang yang memadai bagi gigi geraham bungsu untuk tumbuh dengan baik. Sebagian orang mengalami impaksi gigi karena rahangnya berukuran kecil, sementara ukuran gigi yang tumbuh cukup besar.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan gigi geraham bungsu terjebak dan tidak bisa keluar dari dalam gusi. Ada juga yang menderita impaksi gigi akibat tidak ada ruang yang tersisa, sehingga menyebabkan gigi tumbuh ke arah yang salah.
Pertumbuhan gigi geraham bungsu yang salah bisa mengarah ke gigi geraham sebelahnya (gigi molar), ke arah belakang mulut, tumbuh miring seolah seperti “berbaring” pada gusi, atau tumbuh normal lurus ke atas, tapi terperangkap di dalam gusi, tidak timbul ke permukaan seperti gigi lainnya.
Impaksi gigi bisa terjadi karena berbagai alasan berikut:
1. Rahang terlalu kecil sehingga tidak ada cukup ruang untuk gigi tumbuh.
2. Gigi menjadi bengkok atau miring ketika berusaha tumbuh.
3. Gigi sudah tumbuh dalam posisi yang tidak beraturan, sehingga menghalangi gigi bungsu.
Meski demikian, para ahli percaya jika impaksi gigi memiliki efek domino, yaitu ketika gigi yang tumbuh miring menekan gigi di sebelahnya, sehingga hasilnya gigi tumbuh tidak beraturan. Gigi yang tidak beraturan ini dapat menimbulkan masalah dalam mengunyah.
D. Gejala dan Cara Mengatasi Impaksi Gigi
Gigi terpendam atau hanya tumbuh sebagian dapat menyebabkan sisa makanan tersangkut. Selain itu, bakteri juga lebih mudah masuk sehingga menyebabkan rasa nyeri dan bengkak pada gusi. Posisi gigi terpendam yang ada di belakang menjadikannya sulit dijangkau oleh sikat gigi.
Sisa makanan yang terselip di area tersebut, jika tidak dibersihkan, dapat memicu perikoronitis. Perikoronitis merupakan kondisi meradangnya jaringan gusi di sekitar gigi. Gangguan yang dapat muncul akibat impaksi gigi ini dapat menimbulkan gejala berupa gusi bengkak, gusi lembek, dan bau mulut.
Gejala impaksi gigi lainnya meliputi:
1. Gigi hanya muncul sedikit di permukaan gusi.
2. Nyeri pada rahang.
3. Sakit kepala berkepanjangan.
4. Gusi bengkak dan kemerahan di sekitar gigi terpendam.
5. Kesulitan membuka mulut.
6. Kelenjar leher membengkak.
7. Sakit gigi saat menggigit, terutama di bagian yang mengalami impaksi gigi.
8. Rasa tidak nyaman saat mengunyah makanan
9. Bau mulut
10. Gusi berdarah
Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi impaksi adalah :
• Inflamasi, yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi disekitar gigi yang diduga impaksi Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga mereabsorbsi gigi disebelahnya Kista ( folikuler ). Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama (neuralgia) Fraktur rahang ( patah tulang rahang).
Impaksi gigi sebenarnya tidak memerlukan penanganan khusus jika tidak menimbulkan keluhan. Apabila keluhan muncul, segera periksakan ke dokter gigi. Karena jika dibiarkan, gigi yang terinfeksi akan menimbulkan komplikasi, seperti periodontitis, abses gigi atau gusi, nyeri hebat, maloklusi atau susunan gigi tidak beraturan, terbentuknya plak gigi, dan kerusakan saraf di sekitar gigi.
Dokter mungkin akan meresepkan antibiotik untuk mengobati gigi yang terinfeksi bakteri. Sebelum timbul keluhan apalagi komplikasi, Anda disarankan mencabut gigi yang mengalami impaksi sebelum berusia 20 tahun. Pada usia ini, akar gigi belum berkembang sempurna, sehingga lebih mudah diangkat.
Seiring bertambahnya usia, akar gigi dan tulang semakin kuat, sehingga proses pengangkatan gigi menjadi semakin sulit, dan proses penyembuhannya akan semakin lama. Pengangkatan gigi yang terpendam harus dilakukan melalui operasi gigi bungsu. Tindakan ini dilakukan apabila lokasi gigi berada di dalam gusi. Konsultasikan dengan dokter gigi jika anda mempertimbangkan untuk melakukan prosedur ini.
Cara Mengatasi Impaksi Gigi
Bagaimana cara menangani gigi geraham bungsu yang salah tumbuh?
Pertama-tama dokter gigi akan mendiagnosis adanya impaksi gigi pada pertumbuhan gigi geraham bungsu, melalui pengecekan dengan foto rontgen atau sinar-X. Rontgen berguna untuk menunjukkan jika ada masalah pada rahang, gigi, gusi, serta area lain dalam struktur gigi Anda. Bila ditemukan adanya pertumbuhan gigi yang tidak normal seperti impaksi gigi, dokter gigi akan melakukan tindakan lebih lanjut.
Biasanya, dokter gigi atau ahli bedah mulut akan menyarankan Anda untuk melakukan pencabutan gigi dengan prosedur pembedahan, yang disebut dengan operasi odontektomi. Operasi ini biasanya tidak akan berlangsung lama, sekitar 30-60 menit, atau tergantung kesulitan proses operasi.
Tak perlu khawatir akan rasa sakit yang ditimbulkan selama operasi, sebab dokter akan menyuntikkan obat bius sebelum melakukan operasi.
Pengertian odontektomi yaitu metode pengambilan gigi dari soketnya setelah pembuatan flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi tersebut.
Tahapan Odontektomi yaitu: Fragiskos mengemukakan bahwa tahapan odontektomi baik pada akar tunggal maupun akar multipel adalah sama.
Tahapan tersebut meliputi:
1. Pembuatan Flap
2. Pemaparan tulang dan pengurangan tulang
3. Ekstraksi gigi atau akar gigi dengan elevator atau tang.
4. Suturing dan perawatan post operasi.
Pada dasarnya, gigi geraham bungsu yang tumbuh adalah hal normal. Bila gigi bisa tumbuh sempurna seperti deretan gigi yang lainnya, maka tidak perlu dilakukan tindakan apa pun. Namun, jika pertumbuhan gigi geraham bungsu tidak normal sehingga menyebabkan impaksi gigi, maka harus segera diberikan penanganan yang tepat.
E. Indikasi dan Kontra indikasi
Indikasi Odontektomi
1. Menurut Pedersen (1996) indikasi odontektomi antara lain : Kegagalan pencabutan dengan tang.
a. Adaptasi tang yang tidak tepat/gagal (mahkota/akar rusak atau malposisi).
b. Mahkota fraktur.
c. Tidak berhasil mengekspansi alveolus.
d. Kemungkinan terjadinya fraktur akar.
e. Akar yang panjang dan kecil.
f. Akar yang mengalami dilaserasi.
g. Gigi yang dirawat endodontic (getas).
h. Tulang pendukung yang padat.
i. Celah ligament periodontal yang sempit.
j. Kedekatan dengan struktur disekitarnya. Gigi yang lain (arah pengeluaran terhalang gigi lain), Sinus maxilaris, Kanalis mandibularis.
k. Untuk mempertahankan tulang alveolus yang mendukungnya, gigi kaninus atas, Gigi ankilosis.
2. Menurut Fragiskos (2007) indikasi odontektomi antara lain :
a. Gigi RA atau RB dengan morfologi akar gigi yang tidak biasa.
b. Hipersementosis akar, akar tipis dan akan yang membulat.
c. Akar yang mengalami delaserasi. Gigi ankilosis atau gigi-geligi yang mengalami abnormalitas (contoh : dens in dente).
d. Impaksi dan semi-impaksi.
e. Gigi yang fusi dengan gigi disebelahnya, gigi yang fusi pada daerah apical dengan gigi tetangganya.
f. Akar gigi yang ditemukan dibawah garis gusi.
g. Akar dengan lesi periapkal.
h. Gigi molar desidui yang akarnya memeluk mahkota gigi premolar permanen.
Kontra Indikasi Odontektomi
Kontra Indikasi Odontektomi :
1. Umur yang ekstrim
Kontraindikasi yang paling umum untuk odontektomi adalah bagi pasien lanjut usia. pasien lanjut usia memiliki tulang yang sangat kaku, sehingga kurang fleksibel. Oleh karena itu pada pasien yang lebih tua (biasanya di atas usia 35) dengan gigi impaksi yang tidak menunjukkan keluhan, gigi tidak harus diekstraksi. Jika gigi impaksi menunjukkan tanda-tanda pembentukan kista atau penyakit periodontal yang melibatkan gigi yang berdekatan ataupun gigi impaksi, atau menjadi gejala sebagai fokal infeksi, maka gigi harus diekstraksi.
2. Pasien dengan status compromised
Jika fungsi jantung pasien atau pernafasan atau pertahanan tubuh terhadap infeksi terganggu, ahli bedah harus mempertimbangkan dilakukannya odontektomi. Namun, jika gigi menjadi fokal infeksi, dokter bedah harus bekerja hati-hati untuk mengekstraksi gigi tersebut. Kemungkinan kerusakan yang luas pada struktur gigi sebelahnya pasien yang lebih muda mengalami gejala gigi impaksi, dokter gigi akan secara bijaksana mencegah kerusakan struktur gigi ataupun tulang yang berdekatan. Namun, untuk pasien yang lebih tua tanpa tanda-tanda komplikasi yang akan muncul dan kemungkinan terjadinya komplikasi rendah, gigi impaksi tidak boleh diekstraksi. Sebuah contoh misalnya pasien yang lebih tua dengan potensi kerusakan periodontal pada aspek distal molar kedua tetapi dalam pengangkatan molar ketiga bisa mengakibatkan hilangnya molar kedua. Dalam situasi ini gigi impaksi tidak boleh diekstraksi.
Komplikasi
1. Saat Pembedahan Perdarahan
• Fraktura: tulang rahang bagian lingual, mandibula terutama daerah angulus
• Rusaknya mahkota pada gigi molar kedua disamping molar ketiga yang dilakukan odontektomi
• Trauma pada gigi terdekat: goyang, rusak sampai tercabut
• Alergi pada obat yang diberikan: antibiotik, analgetik maupun anestesi local
• Syok anafilaktik
2. Pasca Pembedahan
• Nyeri dan Pembengkakan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi pembengkakkan adalah dengan kompres es dan pemberian preparat steroid yang mempunyai efek anti inflamasi kuat seperti betametason dan eksametason pra bedah. Operasi dilakukan dengan cara asepsis penyebab yang paling sering yaitu penggunaan alat operasi yang tidak sterill.
• Perdarahan pasca operasi
Pada tindakan pencabutan gigi molar tiga pada pasien tanpa kelainan darah, umumnya disebabkan oleh perdarahan kapiler. Terapinya adalah aplikasi tampon adrenalin, pemberian anti perdarahan kapiler seperti asam trasexamik, hemostatik lokal seperti spongostan, surgicel dan penjahitan. Mewaspadai adanya luka berbentuk ulkus.
• Gangguan penyembuhan luka
Faktor umum: kelainan darah (agranulositosis, leukimia), diabetes melitus, osteopetrosis, Paget’s disease, Osteoporosis. Faktor lokal: infeksi luka, Inflammatory hyperplastic granuloma, dry socket, neoplasma, luka jaringan karena instrument.